Senin, Januari 16, 2012

Pakai Deodoran Ternyata Bisa Picu Kanker?

Bau badan memang cenderung menimbulkan masalah dalam pergaulan. Selain parfum, sebagian orang tentu memilih deodoran untuk menangkalnya.

Namun tahukah Anda bahwa sering menggunakan deodoran dapat menimbulkan bahaya kanker payudara?

Para peneliti telah mempelajari hubungan antara senyawa yang dikeluarkan deodoran yakni paraben dengan kanker payudara. Seperti diketahui, zat pareban banyak digunakan sebagai pengawet untuk membunuh kuman pada kosmetik seperti deodorant atau antiperspirant.

Setelah dilakukan penelitian, ternyata paraben sedikit menyerupai fungsi hormon estrogen pada wanita. Sedangkan hormon estrogen sendiri merupakan faktor risiko kanker payudara.

Seperti dikutip dari Healthday, dalam penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Applied Toxicology, Darbre dan rekan-rekannya melaporkan bahwa satu atau lebih jenis paraben ditemukan pada 158 dari 160 sampel jaringan tubuh yang diambil dari 40 orang wanita.

Peneliti menemukan 96 sampel mengandung lima bentuk ester paraben yang paling umum.

Dr Philippa Darbre pernah menemukan kadar paraben dalam produk kosmetik empat kali lebih besar ketika ia melakukan penelitian serupa pada tahun 2004.

"Sejak 2004, banyak produsen telah mengeluarkan paraben dari daftar komposisi pembuatan deodorant dan antiperspiran. Makanya, kami jadi aku agak terkejut ketika menemukan kadar paraben yang tinggi dalam jaringan payudara setelah tahun 2004," kata Dr. Darbre.

Kandungan paraben yang tinggi ditemukan pada bagian antara payudara dan ketiak, dan kanker payudara paling sering muncul pada daerah tersebut.

Meskipun demikian, Dr Darbre memperingatkan bahwa penelitiannya ini tidak dapat menyiratkan hubungan sebab dan akibat.

"Meskipun estrogen merupakan komponen yang diketahui menjadi bahan bakar kanker payudara, masih perlu dipelajari lagi apakah bahan kimia lingkungan yang memiliki sifat estrogenik juga berkontribusi terhadap proses perkembangan penyakit," jelas Dr. Darbre.

Sementara itu, Dr. Darbre mengimbau kepada para wanita agar mengurangi atau menghentikan penggunaan produk kosmetik sebanyak mungkin. Karena pihakAmerican Cancer Society tidak menemukan hubungan yang jelas antara deodoran atau antiperspirant dengan kanker payudara.

Namun, menurut Dr Michael J. Thun, wakil presiden emeritus epidemiologi dan penelitian surveilans American Cancer Society, fakta bahwa bahan pengawet yang ditemukan pada sebagian besar sampel jaringan payudara tidak dapat disimpulkan bahwa bahan ini benar-benar menyebabkan kanker payudara. [mor]

Sering Pakai High Heels Bisa Bikin Kaki Rata?

Di balik rasa percaya diri dan keseksian yang dirasakan para pengguna sepatu high heels, memakai sepatu tinggi ternyata memberikan dampak buruk terhadap bentuk kaki.

Sebuah penelitian dari University of East Anglia menyebutkan, dibanding pria, sepatu high heels menjadi pemicu bagi wanita untuk menderita rasa sakit dan nyeri, dan derita tersebut kian bertambah jika seringnya berdiri diatas sepatu berhak.

Para peneliti juga mengungkapkan pemakaian sepatu bertumit tinggi dalam jangka lama memicu perubahan bentuk telapak kaki. Tekanan yang timbul bisa membuat cekungan telapak kaki menjadi datar.

Penggunaan sepatu tumit tinggi merangsang tubuh memproduksi protein yang dapat melemahkan tendon di sekitar telapak kaki. Kondisi ini membuat cekungan telapak kaki menjadi datar yang seringkali memicu nyeri dan kesulitan berjalan.

Seperti dikutip Dailymail, sang peneliti Dr. Graham Riley menjelaskan Kaki datar, atau telapak kaki yang rata atau dikenal dengan sebutan flat feet, mengacu pada suatu kondisi medis dimana lengkungan kaki menjadi rata atau datar. Sehingga seluruh bagian telapak kaki menempel pada tanah.

Menurut Riley, sepatu high heels sebenarnya tidak mendukung kaki. Kaki datar terjadi ketika urat otot pada kaki melemah oleh protein yang terjadi secara alami dalam tubuh. Hal inilah yang menyebabkan lengkungan kaki jatuh, yang menyebabkan rasa sakit yang luar biasa dan kesulitan berjalan.

Selain disebabkan pemakaian high heels, kaki datar umumnya terjadi pada wanita berusia diatas 40 tahun atau mereka yang lahir dari keluarga yang menderita kaki datar.

Hingga saat ini, kaki datar dapat diobati menggunakan sol atau perangkat pendukung didalam sepatu. Namun hal ini memerlukan waktu yang sangat lama untuk mendapatkan posisi telapak kaki kembali normal. Dalam beberapa kasus, pasien harus menjalani operasi untuk membentuk kembali kaki mereka.

Peneliti mengakui kini sedang mengembangkan obat untuk mengobati kaki datar. Namun peneliti menegaskan setidaknya memerlukan waktu satu dekade untuk benar-benar menciptakan obat tersebut.

Mencegah munculnya 'telapak kaki datar', disarankan untuk menambahkan sol atau alas sepatu tambahan yang bisa menyangga cekungan telapak kaki dengan sempurna. Yang sudah terlanjur mengalaminya, beberapa mencoba memperbaiki kelainan dengan operasi.

"Studi kami mungkin memiliki implikasi terapeutik yang penting, dengan mempelajari aktivitas protein tubuh sebagai media pengembangan pengobatan keluhan kaki di masa depan," ungkap Riley. [mor]