Selasa, Oktober 20, 2009

Ibu Bekerja, Sebaiknya Bagaimana?

MENGASUH anak sekaligus bekerja banyak ditempuh ibu masa kini. Perlu trik cerdas agar dapat menyeimbangkan waktu antara keluarga, pekerjaan, diri sendiri dan kehidupan sosial.

Apakah Anda seorang ibu dan bekerja 8 jam per hari? Bayangkanlah rumah Anda tanpa pembantu, cucian menumpuk, rumah berantakan, anak rewel minta jajan, suami minta disiapkan makanan. Di saat bersamaan, bos Anda menelepon menanyakan bahan materi presentasi yang harus Anda selesaikan. Wah, bayangan untuk jalan-jalan di akhir pekan bersama teman-teman pun seketika memudar.

Kita sering mendengar istilah supermom, seorang ibu yang "hebat" karena mampu mengurus rumah tangga dan mengasuh anak sekaligus bekerja. Menjadi supermom terkesan berat, tapi nyatanya banyak yang terbukti mampu menjalankannya. Namun, tentu perlu strategi jitu!

"Ibu bekerja harus cerdik dan kreatif menjalankan perannya sebagai ibu sekaligus pekerja," ujar direktur eksekutif International Nanny Association, Michelle LaRowe. Ibu bekerja sering kali terpecah perhatian dan tenaganya antara bekerja dan mengurus anaknya di rumah, apalagi jika anaknya masih balita. Survei yang dilakukan the Pew Research Center di Amerika tahun 2009 melaporkan bahwa baik wanita maupun pria mayoritas berpendapat bahwa bekerja penuh bukanlah pilihan bijak bagi seorang ibu yang memiliki anak balita.

Lebih dari 50 persen pria yang berstatus ayah juga sepakat bahwa ibu rumah tangga paling ideal bagi tumbuh kembang anak, sementara hampir 50 persen wanita yang berstatus ibu berpendapat bahwa kondisi paling ideal bagi anak adalah ibu yang bekerja paruh waktu.

Setiap ibu harus menetapkan pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Ibu yang bekerja penuh memang berisiko menghadapi masalah setiap hari. Mereka sering kali dihinggapi rasa bersalah akan kurangnya waktu bersama anak. LaRowe menegaskan, merasa bersalah bukan berarti Anda bersalah.

"Pemahaman ini penting bagi ibu bekerja, sehingga mereka tetap dapat menata perasaannya dengan baik saat di kantor. Jika Anda yakin telah membuat keputusan tepat bagi keluarga Anda, ya bekerja pun tidak masalah," tukas wanita yang juga penulis buku "Working Mom's 411" (Regal Books, 2009).

Untuk menyeimbangkan perhatian, cobalah menelfon anak di sela-sela waktu senggang ketika di kantor. Ini juga berlaku bagi ibu yang anaknya masih bayi. Sebab, sekalipun bayi belum bisa bicara atau mengerti omongan ibunya, getaran suara dapat membuat si bayi merasa dekat dengan ibunya.

Hal lainnya yang sering dikeluhkan ibu bekerja adalah hilangnya waktu untuk diri sendiri atau istilahnya "me time". "Manakala Anda telah memutuskan bekerja sekaligus mengasuh anak, siapsiaplah "kehilangan" waktu bagi diri sendiri," kata Russell Matthews dari jurusan psikologi Universitas Negeri Louisiana.

Meski berkutat dengan segudang pekerjaan, Matthews menyarankan para ibu untuk pandai meluangkan waktu untuk memanjakan diri. LaRowe menyarankan untuk membuat agenda untuk mencatat kegiatan harian yang akan dilakukan, target pekerjaan yang harus diselesaikan, dan jadwal pertemuan dengan klien atau relasi lainnya. Tuliskan juga batasan jamnya sehingga Anda dapat menyisihkan waktu untuk bersantai dan berisitirahat juga.

Agar lebih bersemangat, ibu dapat bergabung dengan kelompok dukungan (support group) yang sejalan. "Temukan orang, tempat atau suatu kumunitas yang mendukung Anda dan dapat membuat hidup Anda lebih mudah, sehingga Anda dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk melakukan hal yang disukai dan diperlukan," ujar LaRowe seperti dikutip LiveScience.

Sebagai ibu, memang Anda bertanggung jawab atas pengasuhan yang baik dan aman bagi anak. Banyak ibu bekerja yang karena kesibukannya lantas menyerahkan pengasuhan pada pengasuh anak (babysitter). Namun, anak diasuh di rumah oleh pengasuh bayi juga bukan satu-satunya pilihan.

Contohnya, di tempat penitipan anak kaum ibu dapat saling menjaga anak-anak secara bergantian. Atau, sewaktu-waktu meminta teman atau saudara untuk menjaga anak Anda. Hal lain yang tak kalah penting adalah komitmen dengan suami untuk saling bergantian menjaga anak. Sesekali mintalah tolong pada suami untuk menggantikan menjemput anak dari sekolah, sementara Anda memanjakan diri dengan hobi selama beberapa jam saja, semisal ikut kelas memasak, kursus kilat menyulam atau membuat barang kerajinan lainnya.

Menyusun "jadwal" menjaga si kecil ini juga akan lebih mudah jika salah satu diantara pasangan memungkinkan untuk menggarap pekerjaan kantor di rumah. Dengan begitu, ayah dapat menjaga anak saat malam hari manakala ibunya melembur pekerjaan di rumah. Atau, ajaklah anak tidur lebih awal, sehingga Anda punya lebih banyak waktu untuk diri sendiri atau berduaan dengan pasangan. Sebagai catatan, bayi hingga anak usia SD idealnya tidur jam 8 malam, atau paling larut jam 9 malam.

Trik cerdas berikutnya adalah berdisiplin dengan waktu. Matthews menegaskan bahwa ibu bekerja haruslah disiplin dan terorganisir. Misalnya, jika Anda punya anak usia sekolah, ajari anak untuk disiplin semisal menaruh sepatu di rak sepatu, atau pada malam hari menyiapkan bukubuku dan pekerjaan rumah yang hendak dibawa si anak bersekolah keesokan harinya. Jika tidak disiplin, Anda dan anak Anda akan kerepotan setiap pagi cuma garagara mencari sepatu dan menjejalkan buku-buku ke tas sekolah anak.

Langkah lainnya yang dapat ditempuh agar dapat menyeimbangkan pekerjaan dan rumah adalah membuat aturan yang fleksibel. Misalnya, saat anak sakit sudah pasti ibu harus absent ngantor dan memprioritaskan untuk menjaga anaknya di rumah. Contoh aturan fleksibel lainnya misalnya memberitahukan pada bos bahwa boleh saja Anda sesekali melembur, tapi ada malam-malam tertentu dimana Anda harus berada di rumah untu menemani anak bermain atau melakukan aktivitas bersama lainnya. (Sumber: lifestyle.okezone.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar