Selasa, November 10, 2009

Bereksperimen, Rangsang Perkembangan Anak

DI SAAT anak beranjak remaja, maka anak pun akan mulai sadar akan dirinya sendiri dan saat itu pula anak akan menambah pengalamannya. Dukungan dari orangtua sangat dibutuhkan

Praktisi Emotional Intelligence Parenting dari Radani Emotional Intellegence Parenting Center Hanny Muchtar Darta, Certified EI, PSYCH-K, SET menuturkan bahwa pada usia 13-15 tahun, anak mulai mengembangkan keinginannya untuk bereksperimen (experimentation). Mereka tergerak untuk mencoba segala sesuatu yang diinginkan. Peran orangtua sebagai supporter sangat dibutuhkan. Sebagai orang tua Anda sebaiknya memberikan rangsangan terhadap anak dalam bereksperimen itu.

"Memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan kepada anak terhadap sesuatu yang ingin dicobanya menjadi satu hal yang bijak sebagai orangtua dalam mendukung anak," ucapnya. Biarkanlah anak tersebut membuat eskperimennya sendiri. Ketika anak telah memutuskan akan mencoba sesuatu yang dipilihnya sendiri.

Hal tersebut akan menumbuhkan tanggungjawabnya terhadap keputusan yang dipilihnya. Hal itu lebih baik dibandingkan jika orangtua yang menentukan keputusannya. Sehingga apabila si anak melakukan kesalahan dalam eksperimennya itu, anak akan langsung menyadari kesalahannya sendiri tanpa perlu diberitahukan oleh orangtuanya.

"Anak yang menyadari kesalahannya sendiri tanpa diberitahu lebih dahulu oleh orangtuanya, itu akan memberikan dampak yang sangat positif," tandas praktisi lulusan pendidikan di Emotional Intelligence Six Seconds USA. Dijelaskan Hanny mengatakan bahwa dari kesadaran itu diharapkan agar anak tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Malah anak akan berfikir sendiri untuk memperbaiki kesalahannya.

Sebaliknya orangtua jangan mematikan keinginan anak dalam mencoba sesuatu, hanya karena merasa khawatir terhadap keputusan anaknya itu. Apalagi banyak orang tua yang memberikan alasan-alasan yang membuat anak takut untuk mencobanya. Ini justru akan membuat anak tidak mampu mengembangkan bakat dan kreativitas dirinya.

"Potensi yang dimiliki anakpun akan tidak ketahuan dan anak akan sangat ketergantungan kepada orangtuanya terhadap segala sesuatu," ucapnya.

Anak yang tidak dapat mengembangkan kreatifitasnya dan orangtua yang tidak mengetahui potensi apa yang dimiliki anaknya, akan mengakibatkan perkembangan bakat anak akan terhambat.

Misalnya adalah apabila anak ingin membuat makanannya dengan mencoba berbagai menu dan memasaknya sendiri. Orangtua sebaiknya tidak langsung mencegahnya dengan mengatakan bahwa anaknya hanya akan mengotorkan dapur dan hanya akan menghabiskan uang dengan membeli bahan-bahan makanannya. "Jika ini dilakukan, kreativitas anak pupus," tandasnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Psikolog Keluarga, Fabiola P Setiawan Mpsi bahwa dengan mencoba hal-hal yang baru, anak akan memperoleh pengalaman yang baru yang diantaranya bisa merangsang kreativitas mereka.

Karena setiap anak memiliki potensi dan karakteristik kecerdasan yang berbeda, satu dengan yang lain, maka mereka pun akan bereksperimen dengan apa yang mereka inginkan. Peran orangtua sangat diperlukan untuk mengasah potensi kecerdasan anak supaya berkembang secara optimal.

"Banyak penelitian yang menyebutkan, perkembangan otak anak dipengaruhi faktor genetik, nutrisi, dan stimulasi. Dan komponen stimulasi ini bisa didapatkan dari bermain termasuk bereksperimen," ucap psikolog anak dari Universitas Atmajaya Jakarta ini.

Eksperimen tersebut akan menstimulasi terhadap seluruh panca inderanya. Seperti saat mendengar, melihat, meraba, menghirup, dan mengecap, yang akan menjadi bekal bagi perkembangan sel-sel otak yang memang seharusnya diberikan sejak dini.

"Dengan eksperimen, akan meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri pada anak," ujar psikolog yang berpraktek di Klinik Pela 9 kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Fabiola berpesan kepada orangtua agar terus mendukung apa yang dilakukan terhadap anak termasuk dalam hal eksperimen mereka, selama itu postif.
(Sumber: lifestyle.okezone.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar